Wanita di Bangku Taman

 

“Jual apa pak?”

“Kaligrafi neng, sini lihat-lihat”

“Oh makasih pak, mau duduk-duduk aja”

Ku duduk di bangku kosong di sebuah Taman yang banyak dikunjungi oleh orang-orang yang bertamasya, udaranya yang sejuk menjadi alasan banyak orang lebih suka menghabiskan waktu disini daripada berbelanja ke Mall, ku tengok ke sebelah kiri, ada seorang Wanita yang duduk bersamaku, ku lihat ia sedang memperhatikanku, namun setiap ku menoleh  , tak juga ia melepaskan pandangannya dariku.

Ku beranikan diri untuk menyapanya, lalu ia menyauti. Wajah ramahnya seolah menutupi suasana hati yang buruk. Kucoba menghiburnya dengan mengajaknya mengobrol, namun berbeda denganku yang dasarnya cerewet, dia cukup pendiam dan tak banyak bicara.

Tatapanku terkunci pada sebilah pisau yang ada di tangannya, ku coba berfikir positif Mungkin saja ia sedang memotong buah. Seperti sadar aku memperhatikan pisau yang ada di tangannya, ia tersenyum

“Kenapa? Tak pernah melihat pisau?” senyum itu terlihat menyeramkan diatas wajah dinginnya. Aku hanya diam takut salah berkata.

“Aku tau bahwa kamu mengetahui untuk apa pisau ini , kau hanya pura-pura tak tau” aku mulai gugup, sebenarnya ada fikiran negatif yang terlintas, jiwa paranoidku bilang bahwa pisau itu akan dipakai bunuh diri atau membunuh oranng , namun kusadar itu terlalu jauh.

“Aku ini orang yang gagal...” ia menatap kearahku

“...Aku gagal dalam segala hal, Pekerjaan , Hubungan keluarga, pertemanan , percintaan , yang paling parah adalah aku gagal memahami diriku sendiri”

Ia terus berbicara sambil mengasah pisaunya pada sebuah batu hitam ditangan kirinya, rasanya ingin kabur namun tak bisa.

“Memahami diri sendiri? Maksudmu?” tanyaku penasaran

“Yah, seperti yang kamu lihat, aku hanya dapat berpura-pura seolah semua baik-baik saja, tapi setiap saat hatiku menangis, rasanya ingin menjerit. Bukankah kau lihat ada pedih dibalik senyumku, kau lihat kan? Hanya saja kau pura-pura tak melihat”

Hari mulai terik, wanita itu masih duduk bersamaku. Mendengar ucapannya, aku merasa bahwa ia adalah orang yang kesepian. Empatiku terpanggil

“Ceritakan semuanya, aku bisa jadi pendengar yang baik”

Ia terdiam namun meneteskan air mata, sepertinya hidupnya memang benar-benar menyedihkan, melihatnya seperti itu airmataku ikut menetes. Aku malu dan langsung mengusapnya dengan telapak tangan

“Kamu tahu kesalahan terbesarku?”

“A..apa?”

“Kau akan melihatnya sebentar lagi?”

Perkataannya membuatku bingung. Kulepaskan pandanganku dari arah wanita itu, ternyata beberapa orang memerhatikan kami, entah sejak kapan.

“Hey” wanita itu memanggilku, aku kembali menoleh kearahnya, namun ia hanya terdiam sambil menatap kearahku, tak lama ia berkata “Selamat tinggal, aku lelah berpura-pura”

Di hadapanku , ia menaruh pisau itu tepat di depan dadanya.. aku langsung tau apa yang akan ia lakukan . Gawat!! Aku berteriak, ia benar-benar menghujamkannya , pisau itu menancap di dadanya. Seketika orang-orang berlarian kearah kami, seorang pria paruh baya yang mengenakan topi krem bertuliskan Nike menyingkirkan benda yang ada di bangku tempatku duduk, sebuah cermin besar milik seorang pedagang kaligrafi.

Rasa sakit yang begitu sakit terasa didadaku, semakin sakit , dan gelap.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah #2